Minggu, 24 Februari 2013

Jalaluddin Rumi - Penyair Sufi Termasyhur



Jalaluddin Rumi - Penyair Sufi Termasyhur
Nama lengkapnya Jalaluddin Rumi ialah Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin al Khattabi al-Bakri. Lahir pada 30 September 1207 Masehi di Balkh (kini terletak di perbatasan Afganistan) dan meninggal pada 17 Desember 1273 Masehi di Konya (wilayah Turki, Asia).

Jalaluddin Rumi dibesarkan dalam keluarga dan masyarakat yang memberikan semangat keagamaan padanya. Ayahnya, Bahauddin Walad mendapat kedudukan tinggi di kalangan keagamaan di Khorasan, sebelum ia dengan tiba-tiba mengungsi ke Konya wilayah kekuasaan Turki Saljuq menjelang penyerbuan bangsa Mongol. Di Konya, Bahauddin mendapat bantuan lindungan dan bantuan raja serta penghargaan rakyat sebagai khotib dan guru agama.
Rumi sendiri, setelah menyelesaikan pendidikan bertahun-tahun di Aleppo dan Damsyik, pada saatnya pula mengajar dan menjadi khatib di Konya. Sepanjang hidupnya, ia telah menghasilkan lebih dari tiga ribu kasidah (ode) dan ghazal (lirik). Bagi pembaca tanah air, buku kumpulan puisi Rumi yang sangat terkenal yakni Masnawi. Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.

Pada bagian pendahuluan bukunya itu, Jalaluddin Rumi mengatakan:

Aku tidak menyanyikan Masnawi agar orang membawanya dan mengulang-ulangnya pula, akan tetapi agar orang meletakkan buku itu di telapak kaki dan terbang bersamanya. Masnawi adalah tangga pendakian menuju kebenaran. Jangan engkau pikul tangga itu di pundakmu sambil berjalan dari satu kota ke kota lain.

Terbang bersamanya, kata Rumi di atas. Demikian pula puisi-puisi sufi yang akan saya tampilkan berikut, berupaya agar semangat ketuhanan yang ada dalam diri manusia dapat diusahakan lahir kembali. Terbang bersama makna tersembunyi puisi sufi. Atau seperti yang dianjurkan Rumi adalah melakukan perjalanan dari diri (yang rendah) ke diri (yang tinggi) — from lower self to higher self.

Dalam sebuah puisinya Rumi mengumpamakan perjalanan dari diri ke dalam diri sebagai perjalanan ‘sebutir pasir yang menyimpang dari jalan yang lazim dan memasuki tubuh tiram, dan setelah lama terkurung akan muncul sebagai mutiara’.

PENGERTIAN TASAWUF



PENGERTIAN TASAWUF
Oleh: H. Ahmadi Isa

Kata shufi baru dikenal sesudah abad ke tiga hijriyah. Kata ini sering digunakan oleh para imam mazhab dan para Syeikh tarikat, seperti Imam Ahmad bin Hambal (241 H), Abu Sulaiman Abdurrahman bin Utbah al-Darani, dikenal dengan nama Abu Sulaiman al-Darani (215 H/830 M) dan lain-lain. Orang yang mula-mula menggunakan kata shufi ialah Abu Abdullah bin Sa’id bin Masruq al-Sauri al-Kufi, dikenal dengan nama Sufyan as-Sauri (97 H/715 M), dan ada pula yang mengatakan Al-Hasan bin Abi al-Hasan Abu Sa’id, dikenal dengan nama Hasan al-Basri (110 H/728 M).
Para ahli berbeda pendapat tentang asal kata shufi,antara lain sebagai berikut :
1.   Tasawuf berasal dari kata Shafa yang berarti bersih, karena tujuan para sufi adalah untuk membersihkan hatinya di hadapan Tuhannya.
2.   Tasawuf berasal dari kata Shuffah, yaitu suatu serambi masjid Nabawi di Madinah. Serambi tersebut ditempati oleh para sahabat Nabi yang miskin dari golongan Muhajirin, tetapi imannya kuat, berhati bersih dan rajin beribadah, serta tidak mementingkan kehidupan duniawi. Mereka ini disebutAhlus Suffah, yang makan dan minum mereka dibelanjai oleh para dermawan di kota Madinah. Di antara yang mendiami shuffah itu ialah Abu Darda, Abu Zar, Abu Hurairah, dan lain-lain.
3.   Tasawuf berasal dari kata Shaff, artinya barisan shaff ketika mendirikan shalat. Sebab seseorang yang kuat imannya dan rajin beribadah serta bersih hatinya selalu memilih shaffyang pertama di kala dia mendirikan shalat.
4.   Tasawuf berasal dari kata Shaufanah, yakni buah-buahan kecil dan berbulu, yang banyak tumbuh di padang pasir di negara Arab.
5.   Tasawuf berasal dari bahasa Yunani, yaitu Thea danShofos. Thea berarti Tuhan dan shofos berarti hikmah. Jadi Thea Shofos berarti Hikmah Ketuhanan. Hal ini disebabkan karena banyak sekali pengaruh Filsafat Yunani, terutama Filsafat Neo-Platonisme mempengaruhi dunia Islam. Jadi tasawuf itu bukan asli dari bahasa Arab, tetapi dari bahasa Yunani yang di-Arabkan. Namun, pendapat ini kalau dilihat dari sudut etimologi (bahasa), nampaknya masih bisa diragukan. Karena huruf s pada kata shofosditransliterasikan ke dalam bahasa Arab menjadi sin dan bukan shad seperti dalam kata falsafah dari kataphilosophia. Dengan demikian, kata shufi seharusnya ditulis sufi, dan bukan shufi.
6.   Tasawuf berasal dari kata Shuf, artinya baju yang terbuat dari kain yang berasal dari bulu yang kasar. Karena para sufi senang hidup sederhana. Sebagai gambaran kesedarhanaan mereka dipakainya baju yang terbuat dari kain yang berasal dari bulu yang kasar (shuf). Istilah inilah yang paling cocok dan lebih bisa diterima dengan pengambilan bahasa yang disebut gramatika bahasa Arab. Pendapat seperti ini dikemukakan oleh Al-Kalabadzi. Pengertian seperti ini akan semakin jelas apabila kita kaitkan dengan latar belakang munculnya para sufi dalam sejarah  umat Islam, yang diperintah oleh penguasa yang tenggelam dalam kehidupan yang serba mewah dan bergelimang dengan perbuatan maksiat yang mendatangkan noda dan dosa. Dalam suasana yang seperti itu, muncullah parazahid, yang protes dengan cara hidup demikian, mereka malah lari sangat jauh ke dalam kehidupan yang mereka anggap lebih baik, yaitu kehidupan sangat sederhana, mereka dekati kehidupan ukhrawi, dan menjauhi kehidupan duniawi.
          Dari berbagai istilah yang diambil dari beberapa kata tersebut di atas, dapat kita ambil pengertian bahwa istilah sufi mengandung dua aspek, yaitu aspek lahiriah dan aspek batiniah. Dari aspek lahiriah tergambar bahwa para sufi itu senang menjalani kehidupan yang serba sederhana, mereka memakai pakaian yang murahan, makan dan minum seadanya, hanya untuk menyambung hidup, dan menghindarkan diri dari kedinginan, kehausan dan kelaparan, mereka tidak mementingkan hasrat jasmani dan kehidupan yang bersifat duniawi (zuhud). Aspek kedua, aspek batiniah, terlukis pada sifat mereka lebih mementingkan ketulusan dan kesucian hati, kemuliaan, dan senang beribadah, senang berzikir, puasa, shalat, membaca Alqur’an, dan lain-lain. Mereka selalu berupaya mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Suci.

Rabu, 20 Februari 2013

Futuhat Al-Makiyyah

Bahasan kitab sirr al-asrar

كتاب سر السرار 

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam
Dan, menjelang fajar mereka mohon ampunan
Allah memandu kepada cahaya-Nya
Siapa yang Dia kehendaki


Demikian salah satu bait-bait syair yang terdapat dalam kitab Sirr al-Asrar wa Muzhhir al-Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al-Abrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan) karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang sufi terkemuka.


Kitab ini menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang sufistik (tasawuf). Di dalamnya, terdapat 24 bab yang didasarkan pada 24 huruf dalam kalimat syahadat (Asyhadu an laa Ilaaha Illa Allah wa Asyahadu annaa Muhammad Rasulullah) dan 24 jam dalam sehari semalam.


Kitab yang ditulis Syekh Abdul Qadir al-Jailani (ada pula yang menulisnya dengan Al-Jilani) ini dianggap sebagai jembatan yang mengantarkan pada tiga karyanya yang terkenal, yaitu Al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari Kebenaran), Al-Fath al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), dan Futuh al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban).


Adapun metode pengajaran dan penyampaian yang digunakannya dalam kitab tersebut adalah metode bayani (penjelasan), yakni dengan menggunakan kata-kata yang tepat, ungkapan yang mudah, seimbang, dan jauh dari keruwetan.


Contohnya, ketika memberikan pengertian tentang iman, ia berkata, ''Kami yakin bahwa keimanan adalah pengucapan dengan lisan, pembenaran dengan hati, dan pelaksanaan dengan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang dengan kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan, dan timbul karena adanya taufik.''


24 Rahasia
Sesuai dengan namanya, yaitu Sirr al-Asrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan), setidaknya terdapat 24 macam rahasia yang diungkapkan Abdul Qadir al-Jailani dalam kitab ini.



Pertama, pembahasan ini dimulai dengan keberadaan manusia yang dilihat dari sudut pandang jiwa dan raga. Secara umum, manusia mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tapi, dari sisi jiwa, setiap orang berbeda-beda. Karena itu, perlu penjelasan yang lebih khusus, yakni sebuah kaidah tentang jalan menapaki satu tingkatan ke tingkatan lainnya, untuk mencapai alam ilmu, sebagai tingkatan tertinggi.


Ia mendasarkan hal tersebut pada sebuah hadis, ''Ada satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun, yaitu makrifat ilmu.'' Kemudian, ia memperkuat argumentasinya dengan beberapa hadis lain. ''Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.'' Atau, ''Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.''


Kedua, ia mengatakan bahwa jalan pertama menuju kesempurnaan adalah tobat. Seperti disebutkan dalam Alquran, ''Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.'' (QS al-Baqarah [2]: 222).


Lalu, diperkuat dan diperjelas lagi dengan ayat lain. ''Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; Maka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS al-Furqan [25]: 70).


Ketiga, tentang zakat dan sedekah. Syekh Abdul Qadir al-Jailani mengatakan bahwa segala sesuatu yang diberikan sebagai zakat, akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum fakir. Karena itu, tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum fakir, karena Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan, termasuk kebutuhan kaum fakir.


Menurut Abdul Qadir, tujuan zakat sejatinya adalah agar niat seorang yang berzakat diterima oleh Allah. Ia mengutip firman Allah SWT, ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan, apa saja yang kamu nafkahkan. Maka, sesungguhnya Allah mengetahuinya.'' (QS Ali Imran [3]: 62).


Keempat, Syekh Abdul Qadir membagi puasa menjadi dua, puasa lahir dan puasa batin. Puasa lahir dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di akhirat, dengan menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang diharamkan. Inilah puasa yang sejati.


Ia mengutip hadis, ''Bagi orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan. Satu kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan lainnya saat ia melihat Allah (makrifat).''


Syekh Abdul Qadir yang juga dijuluki sebagai 'Penghulu Para Auliya' ini mengupas tentang aspek lahir dan batin dari shalat dan ibadah haji. Memberi panduan zikir, wirid, dan berkhalwat. Menyingkap hakikat kebahagiaan, penderitaan, dan penyucian jiwa. Menganjurkan perang melawan hawa nafsu dan melihat hakikat Ilahi, hingga meraih maqam penyaksian (musyahadah).


Syekh Abdul Qadir al-Jailani telah menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu syariat, yang didasarkaan pada Alquran dan sunah melalui penerapan praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat dari diterapkannya syariat.


Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat hakikat, sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.


Dengan kata lain, kajian ini mengajak setiap Mukmin untuk berpindah dari iman yang baru sampai pada batasan rasio dan teori (iman aqli), kepada iman yang sudah sampai pada tahapan penghayatan dan pendalaman (iman dzauq). Dan, dari kesadaran hati akan perbuatan dan sifat-sifat Allah (maqam fana) kepada pemahaman rohani akan zat-Nya (maqam baqa').


Dengan demikian, seorang Mukmin akan meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan menghampiri Sang Kekasih Yang Mahasuci. Inilah rahasia dari segala rahasia kehidupan, yang baru diketahui sebagian rahasianya oleh Barat, dengan terbitnya buku The Secret yang fenomenal itu.


Kalau tidak boleh dibilang terpengaruh, spiritualitas di Barat sebenarnya jauh tertinggal dengan spiritualitas di dunia Islam, karena kitab Sirr al-Asrar dikarang jauh sebelum Barat mengungkapnya.




BERSAMA MEMURNIKAN AKIDAH DAN AKHLAK MUSLIM
SIRR AL-ASRAR
1: UCAPAN UNTUK PARA PEMBACA2: PENGENALAN
3: PERMULAAN PENCIPTAAN4: MANUSIA KEMBALI KE  KEPADA ASAL USUL 
5: PENURUNAN KE PERINGKAT RENDAH PALING BAWAH6: TEMPAT ROH-ROH DI DALAM BADAN
7: ILMU DAN PERKEMBANGAN KEROHANIAN8: TAUBAT DAN PENGAJARAN MELALUI PERKATAAN
9: KEROHANIAN ISLAM DAN AHLI SUFI10: ZIKIR
11: SYARAT UNTUK MELAKUKAN ZIKIR12: MENYAKSIKAN ALLAH:  MAKAM MELIHAT KENYATAAN ZAT YANG MAHA SUCI.
13: TABIR CAHAYA DAN KEGELAPAN14: KEBAHAGIAAN KERANA BERAMAL SALIH 
15: DARWIS (SUFI)16: PENYUCIAN DIRI
17: MAKSUD IBADAT SECARA  ZAHIR DAN IBADAT BATIN18: PENYUCIAN INSAN SEMPURNA
19: ZAKAT20: PUASA SYARIAT DAN PUASA KEROHANIAN
21: HAJJI KE MEKAH DAN HAJJI ROHANI KE HAKIKAT HATI22: MENYAKSIKAN YANG HAK 
23: PENGASINGAN DIRI DENGAN MEMASUKI KHALWAT DAN SULUK24: DOA DAN ZIKIR BERHUBUNG DENGAN JALAN SULUK
25: MIMPI-MIMPI26: PENGIKUT-PENGIKUT JALAN KEROHANIAN
27: PENUTUP-